Rabu, 24 Desember 2008

Wawancara dengan Romy Rafael

Romy Rafael

Saya, Anda, dan Mimpi Kita



Ketika kliennya berhasil mencapai apa yang mereka inginkan, itu

artinya Romy Rafael berhasil menggapai mimpinya.



Di laptopnya, Romy memetakan delapan target hidupnya untuk tahun ini. Empat untuk perkembangan karier dan bisnisnya (sudah terealisasi tiga poin), dan empat lagi untuk target pribadi: Kesehatan, keluarga, spiritual, dan pengetahuan. “Dalam sehari manusia –entah itu pengemis atau pejabat- punya satu hal yang sama: 24 jam, yang tak bisa dikurangi, tak bisa disimpan, tapi bisa dimanfaatkan.” Jika sejak bangun pagi hingga tidur lagi di waktu malam tidak ada target yang dikejar, maka Anda telah membuang waktu yang tak bisa kembali lagi.



Mengenai tujuan hidup. Buku Berpikir dan Berjiwa Besar karya David J Swartz –saya baca ketika hendak masuk SMA, mengilhami saya agar menjadi orang yang bisa memotivasi dan memberikan value pada orang lain. Hal itu kemudian menjadi tujuan hidup saya. Tapi bagaimana caranya? Eh, kenapa tidak pakai ‘hipnosis’ saja… itu kata yang saya temukan pertama kali pada buku selanjutnya yang saya baca: Awaken the Giant Within dan Unlimited Power, keduanya karya Anthony Robbins.



Mengenai pilihan hidup sebagai hipnoterapis. Butuh keberanian besar dan menghadapi penentangan keluarga. Tapi saya ambil langkah ini karena impian saya kan membantu orang. Soal saya tidak bisa mendapatkan ilmunya di Indonesia, maka saya kejar hingga ke Amerika. Barangkali ada sedikit rasa takut akan gagal, tapi dari buku Berpikir dan Berjiwa Besar saya menyimpulkan: Berhasil atau tidaknya sesuatu hal, tergantung dari seberapa besar dedikasi orang tersebut untuk merealisasikan cita-citanya.



Mengenai hipnoterapi sebagai profesi. Hipnotisme adalah keterampilan, adalah alat yang saya gunakan untuk memberikan value pada orang lain. Semakin banyak value yang saya berikan, maka risikonya uang dan popularitas akan datang dengan sendirinya. Intinya, saya tidak menempatkan uang dan popularitas sebagai tujuan hidup –karena keduanya saya anggap sebagai risiko yang kita terima jika melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya. Ketika keterampilan hipnotis tersebut berkembang menjadi profesi, sesungguhnya saya melakukan hal yang saya sukai. Ini menjadi ‘seperti’ bukan sebuah pekerjaan, melainkan hoby yang menghasilkan uang.



Mengenai mimpi. Apapun impiannya, dan walaupun semua orang di sekeliling kita bilang bahwa itu tidak mungkin, jangan dengarkan mereka. Sebab jika kita sendiri bilang bahwa itu tidak mungkin, maka impian itu menjadi tidak mungkin lagi. Impian kita mungkin sulit dicapai, tapi bukan berarti tak bisa dicapai, karena itu kerjakanlah setahap demi setahap. Jika sesuatu hal layak untuk diraih, maka layak pula untuk bekerja keras mencapainya.



Mengenai hubungan ideal antarmanusia. Jadilah pendengar yang baik –bukan secara harfiah- tapi mendengarkan untuk menangkap pesan di balik apa yang orang lain bicarakan kepada kita. Kadang-kadang orang menangkap pesan dari lawan bicaranya dan kemudian menyesuaikannya dengan frame yang dia miliki sendiri. Ternyata mendengarkan itu sulit. Mulut ada satu dan telinga ada dua –jadi kita harus lebih banyak mendengarkan ketimbang bicara dan mengasumsi. Misalnya, klien saya datang maka saya tidak boleh mengasumsi ini-itu. Jika itu saya lakukan juga, sama saja seperti menaruh dunia saya ke dalam dunianya.



Mengenai ‘jika’ semua orang tunduk pada instruksinya. Bahkan saya tidak mau satu orang pun tunduk pada saya. Tidak ada lagi dinamika. Biarkan saja ada pelacuran di jalan-jalan, biarkan saja ada orang kaya dan miskin, biarkan saja ada yang sedih dan gembira. Biarkan saja ada dinamikanya karena itulah yang menjaga keseimbangan, yin-yang. Kalau semua baik-baik saja, kita tidak akan tahu yang jahat seperti apa….



Mengenai menggaet wanita bahenol dengan menghipnotis. Hipnotis tidak bisa melakukan itu. Lagipula saya tidak butuh hipnotis untuk itu.



Mengenai beban memiliki ilmu hipnotis. Di negeri ini hipnotis bermakna negatif dan diasosiasikan dengan kejahatan –itu yang berusaha saya rubah. Di sisi lain saya juga harus terus belajar agar bisa mempertahankan kualitas dan mutu, tidak ketinggalan informasi dan ilmu, karena masalahnya sudah menyangkut nama baik, kompetensi dan reputasi. O ya, saya tidak menganggap itu sebuah beban, tapi motivasi untuk meningkatkan kemampuan secara terus-menerus.



Mengenai Romy rafael dalam tiga kata. Goal, persistence, dedication. Hidup harus punya tujuan, harus tekun dalam berusaha, dan memiliki dedikasi pada apapun yang menjadi pilihan kita itu.



Mengenai baju berwarna pink. Wah, saya tidak punya, semuanya hitam.
sumber:
http://gilanggumilang.multiply.com/journal/item/11/Wwcr_Romy_Rafael

Tidak ada komentar:

Posting Komentar